Selasa, 21 Februari 2012

Sesaat yang Bermakna (Cerpen)

Salah satu gadis cantik jelita memiliki nama Angeline yang kerap disapa Angel itulah aku. Menurut teman-temanku, aku adalah siswa yang sering pelupa kalau ngerjain tugas, paling rempong  kalau nyiapin barang-barang, emosional kalau sedikit-sedikit diganggu, dan paling sering tidur di kelas. Selain itu, setiap pagi aku sering terlambat, syukur saja kalau cuma 3 kali seminggu, biasa juga seminggu full  terlambat melulu.

***

Matahari pagi membuka hari indahku. Ku bawa diriku untuk bersiap-siap ke sekolah. Usai mandi pagi dan berpakaian, lanjut menyantap roti dengan selai cokelat serta sehangat susu cokelat yang sudah disiapkan oleh ibuku tercinta. Bunyi klakson mobil jemputanku sudah parkir di dpn rumahku. Aku pun menghabiskan sarapan pagiku dengan cepat, lalu mengambil tas, pakai sepatu dan bergegas ke sekolah bareng teman-temanku.

***

Waktu telah menunjukkan pukul setengah 8 pagi, sudah ku prediksikan sebelumnya bahwa pasti hari ini aku terlambat lagi. Setelah sampai di gerbang sekolah, ternyata betul prediksiku. Apel pagi sudah mulai 15 menit yang lalu. Aku dan teman-temanku masuk dalam barisan yang memang sudah khusus ditempatkan buat siswa-siswa yang terlambat. Dengan hiasan cerahnya matahari yang membakar kulitku tapi tak apalah, ini resiko dari siswa yang tidak bertanggung jawab.

***

Apel pagi pun telah usai, teman-teman ku telah memasuki kelasnya masing-masing. Sedangkan aku dan grup  terlambat masih mendapatkan sanksi yakni memungut sampah sekitar halaman sekolah dan dikenakan denda sebesar seribu rupiah. Sekitar sepuluh menit berlalu, halaman sekolah sudah kelihatan bersih. Aku dan grup  terlambat ikut memasuki kelas masing-masing dan kebetulan waktu itu ada sebuah acara di sekolahku otomatis aku dan semua teman-teman sekolahku tidak belajar. “Horeee!!!”  sorakan teman-teman kelasku. Semua anak sekolahan sibuk mencari kesenangannya. Ada pula sebagian dari siswa menjadi pengisi acara dan alhamdulillah aku tidak terpilih menjadi salah satu dari mereka. Aku bersyukur hari itu adalah free day bagiku karena tidak merasakan pusing akibat pemikiran sekolah. “Yee asik asik! hari ini gak ada beban!” sorakku bahagia.

Dari berbagai sekolah telah diundang dalam acara tersebut. Para undangan telah berdatangan. Sambil melihat-lihat kelangsungan acara, mataku langsung tertuju kepada sesosok laki-laki yang ku idamkan. Dilihat dari fisiknya saja aku sudah tau kalau dia laki-laki soleh, pintar, pendiam dan semua kategori idamanku sudah masuk di laki-laki itu. Ingin ku kenal dia lebih akrab lagi tapi ku fikir dia laki-laki yang susah beradaptasi dengan perempuan sepertiku. Setelah melihatnya, ku rasakan dunia menjadi lebih indah dari sebelumnya. Dan tiba-tiba Dimas, salah satu temanku mempergokku yang sedang senyam-senyum sendiri.

“Hey, ngapain? Senyam-senyum sendiri kayak orang gila?” tanya Dimas.

“Ahh, gak kok! Aku cuma senang melihat suasana acara hari ini.” jawabku dengan tidak jujur.

“Kamu bohong! Aku tau kamu lagi lihat anak itu kan? Dia itu teman aku! Kenapa? Naksir yah?” tanyanya.

“Apaan sih? Siapa yang naksir? Aku cuma senang kok lihat ada acara di sekolah. Jadi kita gak usah belajar kan? Jujur deh! Sumpah!” jawabku gugup.

“Perasaan itu gak bisa dibohongi! Semuanya bisa dilihat dari raut wajahmu. Apalagi kalau sekarang kamu lagi jatuh cinta. Itu semua sudah jelas kelihatan dari mukamu” katanya penasaran

“Iya, deh! Aku suka sama temanmu itu! Puas?” emosi menghampiriku.

“Haha.. Aku bilang juga apa! Kalau orang lagi jatuh cinta gak bisa disembunyiin. Mau gak aku bawa dia ke sini buatmu?” rayu Dimas itu sambil nepuk pundakku.

“ Ahh, jangan! Jangan!” nolakku.

***

Setelah puas berkeliling melihat suasana acara, aku pun kembali ke kelas. Ketika membuka pintu kelas, aku disambut dengan perasaan kaget. Mengapa tidak? Dimas benar-benar menepati janjinya yang tadi. Dia benar-benar membawa lelaki itu untukku. Tiba-tiba aku lari dan bersembunyi di sudut dinding kelas. Entah kenapa baru kali ini aku bersikap seperti itu mungkin ini pengaruh perasaan yang sedang ku rasa hingga akhirnya aku bersikap seperti ini. Akhirnya Dimas menghampiriku di sudut di mana tempat saya bersembunyi.

“Hey, kamu kenapa? Ayo sini, dia sudah menunggumu daritadi. Kamu gak usah gugup, ada aku kok!” kata Dimas.

“Kamu jahat! Kamu mau membuat saya malu di depan temanmu itu? Aku gak suka digituin. Kamu tau gak?” kata emosionalku.

“Maaf, maaf.. Tapi ku mohon, kembalilah! Dia sudah menunggumu daritadi. Aku sudah merasa gak enak.” katanya sambil memohon.

“Iya, tapi jangan macam-macam yah! Aku paling gak suka kalau suasana begini terus kamu buat saya malu di hadapannya.” Ancamku.

“Oke, oke bos!”
***

Lima menit berlalu, akhirnya Dimas berhasil membujukku untuk kembali menemuinya. Setelah sampai ke lokasi di mana dia menungguku, ternyata dia sudah tidak ada otomatis kecewalah diriku. Padahal aku sangat  ingin menemuinya. Ku pergi mencarinya, ternyata dia sudah kembali ke sekolahnya. Aku masih ingin melihat raut wajahnya. Tapi dengan jiwa pasrah, ku langkahkan kakiku kembali menuju kelas dengan air mata bercucuran. Tiba-tiba ku melihat secarik kertas di mejaku dengan bertuliskan:

“Wajah cantik, jangan kau gugup. Jangan sedih karena pasti kita akan bertemu kembali. Yakinlah! J

Ketika membaca surat itu, air mata sedih berubah menjadi air mata yang bahagia. Waktu singkat yang awalnya membuatku bahagia menjadi waktu singkat yang memiliki arti yang bermakna. Akhirnya aku sudah merasakan indahnya cinta. Waktu memiliki banyak arti kehidupan, banyak yang bisa ku pelajari setiap detik-detik waktu yang ku jalani.